Seorang penjahat di Aceh yang mendapat hukuman potong tangan dan kaki. Foto repro "Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680" karya Anthony Reid. Tuntutan penerapkan hukum Islam di Indonesia kerap mengemuka. Namun, ternyata pada awal perkembangan Islam di Nusantara tidak ada tanda-tanda adanya penerapan syariat Islam. “Abad ke-7 sampai ke-12 tidak ada tanda sama sekali mengenai hukum Islam,” kata Ayang Utriza Yakin, dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah dalam diskusi bukunya, Sejarah Hukum Islam Nusantara Abad XIV-XIX, di Wisma Usaha UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis 6/4. Ayang menyelesaikan master dan doktornya dalam bidang sejarah, filologi, dan hukum Islam dari Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales EHESS Paris, Prancis. Islam masuk ke Nusantara melalui perdagangan yang berlangsung pada abad 7 sampai abad 12. Buktinya temuan arkeologis di Barus, Tapanuli Tengah. Claude Guillot, salah seorang arkeolog dan sejarawan Prancis, berhasil memetakan awal Islamisasi Nusantara di Barus sejak abad 7. Setelah itu, fase kedua perkembangan Islam dilakukan oleh para pendakwah, khususnya kalangan sufi setelah jatuhnya Baghdad, Irak, ke tangan bangsa Mongol pada 1259. Menurut Ayang, hukum Islam baru diterapkan ketika kerajaan Islam berdiri pada abad 13 dengan hadirnya Kesultanan Samudera Pasai di Aceh. Menariknya, penerapan hukum Islam oleh kesultanan itu tidak sebagaimana hukum yang diketahui dari Alquran maupun hadis. “Hukum Islam di Nusantara itu berkelindan dengan adat setempat sehingga menghasilkan hukum Islam yang lentur,” kata Ayang. Ayang menjelaskan bahwa di Semenanjung Melayu, yang saat ini masuk wilayah Malaysia, ditemukan Batu Bersurat Trengganu bertarikh 1303. Isinya, mengenai undang-undang seorang raja yang menerangkan hukum Islam tentang maksiat. “Inilah hukum pidana Islam yang pertama kali ditemukan di Nusantara,” kata Ayang. Dalam undang-undang tersebut tercantum hukum bagi para pezina. Aturan itu membedakan hukuman bagi masyarakat ningrat dan kalangan bawah. Untuk ningrat hanya dikenai denda, sementara kalangan bawah dihukum rajam. “Padahal kalau dibandingkan dengan Umar bin Khatab, justru hukum Islam tidak diterapkan pada orang miskin terlebih saat keadaan paceklik. Lain dengan di Trengganu,” kata Ayang. Pada abad 15-16 di Kesultanan Malaka terdapat undang-undang yang menjadi salah satu induk bagi undang-undang di Nusantara, terutama dalam kebudayaan Melayu. Meski telah ada undang-undang itu, yang murni mengambil hukum Islam hanyalah hukum pernikahan. Pada masa Kesultanan Aceh, sekira abad 16-17 banyak ditemukan kesaksian dari para pelancong mancanegara yang menceritakan hukum pidana di kawasan itu. Kesultanan ini pun, Ayang menilai, tak menerapkan hukum Islam sebagaimana yang termaktub dalam kitab suci. Contohnya hukum perzinaan. Hukuman rajam berlaku dalam hukum Islam bagi para pezina. Namun di Aceh, secara umum terdapat dua hukuman bagi pelanggar. Pertama, tangan dan kaki pezina, baik laki-laki maupun perempuan ditarik oleh empat ekor gajah ke arah berlawanan. Kedua, pezina laki-laki dipotong kelaminnya dan perempuan dipotong hidungnya dan dicungkil matanya. [pages] Hukuman sula yang kejam juga diberlakukan bagi perzinaan dan pembunuhan. Hukuman ini dilakukan dengan mendirikan bambu runcing. Laki-laki yang bersalah akan ditancapkan pada bambu runcing itu dari bagian belakang hingga tembus ke mulut. Sedangkan pada perempuan, bambu runcing ditancapkan dari bagian depannya hingga tembus ke mulut. Untuk kasus pembunuhan, hukum di Aceh akan mengganjar seorang pembunuh dengan hukuman yang sesuai dengan yang dia lakukan ketika membunuh. Ini menurut kesaksian pelaut Prancis, FranÇois Martin de Vitr yang menjelajah ke Sumatera pada sekira 1601-1603 dan tinggal di Aceh selama lima bulan. Ancaman lainnya, sang pembunuh akan ditangkap lalu ditidurkan untuk selanjutnya dilempar ke atas oleh gajah dan ditangkap oleh gadingnya. Dia kemudian kembali dilempar untuk kemudian diinjak-injak. Kalau bukan itu hukumannya, si pembunuh akan dimasukkan ke kandang macan. “Padahal di Alquran untuk hukum pembunuh ada tiga qisas bunuh balas bunuh, uang tebusan, dan dimaafkan,” ungkap Ayang. Bahkan di Aceh, ketika itu mudah sekali memberlakukan hukum potong tangan dan kaki untuk kesalahan apapun. Ayang menceritakan, hal ini terjadi pada seorang panglima Tiku, salah satu wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh. Dia ketika itu tak menyerahkan kewajiban upetinya kepada Sultan Iskandar Muda. Sang Sultan langsung mengambil pedang dan menebas kedua kaki bawahannya itu hingga batas lutut. “Pertanyaannya, apakah ada di hukum Islam? Tidak pernah ditemukan. Artinya apa? Ini hukum adat,” tegas Ayang. Meski begitu, menurut Ayang, bukan berarti hukuman itu merupakan hukum adat khas Aceh. Hukuman semacam ini lumrah ditemukan di belahan dunia lain. Misalnya, di Dinasti Mamluk Mesir yang berdiri sekira abad 13-16 dan Dinasti Khilafah Turki Usmaniah dari abad 16-20. Berdasarkan data sejarah yang ada, Ayang pun mengungkapkan, hukum Islam di Nusantara tak pernah ada formalisasi. Negara tidak menetapkan hukum yang harus diterapkan berdasarkan Alquran, hadis, atau pendapat para ulama. Hukum yang diterapkan pada masa kerajaan Islam di Nusantara beradaptasi dengan budaya setempat. “Justru hukum adat Nusantara itu yang jauh lebih kejam dari hukum Islam,” ungkapnya. Lebih jauh, Ayang mengatakan, hukum Islam hanya diberlakukan untuk politik pencitraan oleh penguasa. Hukum Islam pada masa itu merupakan simbolisasi kekuasaan sultan, bahwa dia adalah cerminan wakil Tuhan. “Tetapi, saya melihat satu sisi dari hukum Islam yang dipraktikkan secara tulus yaitu terkait ibadah. Kalau pidana, ini kan sebenarnya simbol kekuasaan negaranya untuk menghukum rakyatnya. Itu hukum Islam, red 90 persen tidak dipraktikkan,” pungkas Ayang. [pages]BABI. NUSANTARA PRA EMPORIUM. A. Ekonomi prasejarah. Sejarah nusantara sangat erat kaitannya dengan masa prasejarah di Indonesia atau nusaantara di terangkan bahwa berburu dan mengumpulkan makanan dan gerak penghidupan yang menjadi pokok dari tingkat perkembangan budaya pertama pada pelestarian itu masa prasejarah Indonesia yang berakhir pada Kerajaan Islam di Indonesia Nusantara dan Sejarahnya – Menurut berbagai sumber sejarah, agama Islam masuk pertama kalinya ke nusantara sekitar abad ke 6 Masehi. Saat kerajaan-kerajaan Islam masuk ke tanah air pada abad ke 13, berbagai kerajaan Hindu Budha juga telah mengakhiri masa kejayaannya. Kerajaan Islam di Indonesia yang berkembang saat itu turut menjadi bagian terbentuknya berbagai kebudayaan di Indonesia. Kemudian, salah satu faktor yang menjadikan kerajaan-kerajaan Islam makin berjaya beberapa abad yang lalu ialah karena dipengaruhi oleh adanya jalur perdagangan yang berasal dari Timur Tengah, India, dan negara lainnya. Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia NusantaraKerajaan Islam Pertama di IndonesiaKerajaan Islam di Jawa1. Kerajaan Demak2. Kerajaan Banten3. Kesultanan CirebonKerajaan Islam di Maluku1. Kerajaan Jailolo2. Kerajaan Ternate3. Kerajaan Tidore4. Kerajaan BacanKerajaan Islam di Sulawesi1. Kesultanan Buton2. Kesultanan Banggai1. Kerajaan Gowa Tallo2. Kerajaan Bone3. Kerajaan KonaweKerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat & Timur1. Kesultanan Bima2. Kesultanan Sumbawa3. Kerajaan DompuKerajaan Islam di Kalimantan1. Kerajaan Selimbau2. Kerajaan Mempawah3. Kerajaan Tanjungpura4. Kerajaan Landak5. Kerajaan Tayan6. Kesultanan PaserBuku Terkait Kerajaan Islam di Indonesia NusantaraSejarah Islam di JawaGenealogi Kerajaan Islam Di JawaJejak Islam Dalam Kebudayaan JawaRekomendasi Buku & Artikel Terkait Kerajaan Islam di IndonesiaBuku Terkait Kerajaan IndonesiaMateri Terkait Kerajaan Indonesia Semakin berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sekitar abad ke 13 juga didukung oleh faktor lalu lintas perdagangan laut nusantara saat itu. Banyak pedagang-pedagang Islam dari berbagai penjuru dunia seperti dari Arab, Persia, India hingga Tiongkok masuk ke nusantara. Para pedagang-pedagang Islam ini pun akhirnya berbaur dengan masyarakat Indonesia. Semakin tersebarnya agama Islam di tanah air melalui perdagangan ini pun turut membawa banyak perubahan dari sisi budaya hingga sisi pemerintahan nusantara saat itu. Munculnya berbagai kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tersebar di nusantara menjadi pertanda awal terjadinya perubahan sistem pemerintahan dan budaya di Indonesia. Keterlibatan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia juga turut berperan dalam tersebarnya agama Islam hingga ke seluruh penjuru tanah air. Dalam memahami sejarah dari kerajaan Islam yang ada di Nusantara, kamu dapat membaca buku Mengenal Kerajaan Islam Nusantara yang ada di bawah ini, karena berisi pengenalan tentang berbagai kerajaan Islam di Nusantara pada zamannya. Kerajaan Islam Pertama di Indonesia Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berlokasi di Aceh Beberapa kerajaan Islam tertua di tanah air yang menjadi bukti jejak peninggalan Islam dan masih bisa disaksikan hingga hari ini di antaranya ialah Kerajaan Perlak 840-1292, Kerajaan Ternate 1257, Kerajaan Samudera Pasai 1267-1521, Kerajaan Gowa 1300-1945, Kesultanan Malaka 1405-1511, Kerajaan Islam Cirebon 1430-1677, Kerajaan Demak 1478-1554, Kerajaan Islam Banten 1526-1813, Kerajaan Pajang 1568-1586, dan Kerajaan Mataram Islam 1588-1680. Sebagai kerajaan Islam pertama, Kesutanan Samudra Pasai seringkali dikagumi oleh berbagai orang. Salah satunya adalah penjelajah dunia asal Italia Marco Polo yang dapat kamu baca pada buku Mneyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam. Kerajaan Islam di Jawa 1. Kerajaan Demak Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang terdapat di pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah di tahun 1478. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan sekaligus pusat penyebaran agama Islam kala itu. Penyebaran Islam saat itu sangat dipengaruh oleh jasa para wali baik di pulau Jawa maupun yang berada di luar pulau Jawa seperti Maluku hingga ke wilayah Kalimantan Timur. Di masa pemerintahan Raden Patah, kerajaan Demak mendirikan masjid yang kala itu juga dibantu oleh para wali ataupun sunan. Kemudian, kebudayaan yang berkembang di kerajaan Demak juga mendapat dukungan dari para wali terutama dari Sunan Kalijaga. Kehidupan masyarakat di sekitaran Kerajaan Demak juga telah diatur oleh aturan-aturan Islam tapi tetap tak meninggalkan tradisi lama mereka. Pada masa kerajaan Islam di Jawa, terjadinya transformasi politik serta religius dari kerajaan Hindu-Buddha menuju kerajaan Islam di Jawa dan hal ini dapat kamu baca pada buku Genealogi Kerajaan Islam Di Jawa oleh P. Mardiyono yang ada di bawah ini. 2. Kerajaan Banten Kerajaan Islam di Indonesia berikutnya adalah Banten yang berada di ujung pulau Jawa yaitu daerah Banten. Tanda penyebaran Islam di wilayah ini bermula ketika Fatahillah merebut Banten dan mulai melakukan penyebaran Islam. Islam tersebar dengan baik saat itu karena dipengaruhi oleh banyaknya pedagang-pedagang asing seperti dari Gujarat, Persia, Turki, dan lain sebagainya. Masjid Agung Banten menjadi salah satu hasil peninggalan Islam yang dibangun sekitar abad ke 16 Masehi. 3. Kesultanan Cirebon Kesultanan Cirebon masuk sebagai kesultanan Islam ternama di wilayah Jawa Barat sekitar abad ke 15 dan 16 masehi. Wilayah Cirebon juga masuk dalam area strategis jalur perdagangan antar pulau. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Sebelum mendirikan kerajaan Cirebon, Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam terlebih dahulu di Tanah Pasundan. Beliau juga berkelana ke Mekkah dan Pasai. Sunan Gunung Jati juga berhasil menghapus kekuasaan kerajaan Padjajaran yang saat itu masih bercorak Hindu. Kerajaan Islam di Maluku 1. Kerajaan Jailolo Kerajaan Jailolo terletak di bagian pesisir utara pulau Seram dan sebagian Halmahera. Kerajaan ini termasuk ke dalam kerajaan tertua di wilayah Maluku. Menurut sejarah kerajaan Jailolo berdiri sejak tahun 1321 dan mulai masuk Islam setelah kedatangan mubaligh dari Malaka. 2. Kerajaan Ternate Menurut sejarah kerajaan Ternate telah berdiri sekitar abad ke 13 Masehi. Kerajaan ini berada di Maluku Utara dan beribukotakan di Simpalu. Penyebaran Islam di kerajaan Ternate dipengaruhi oleh ulama-ulama dari Jawa, Arab dan Melayu. Kemudian, kerajaan ini pun resmi memeluk Islam setelah raja Zainal Abidin belajar tentang Islam dari Sunan Giri pada tahun 1486 Masehi. Sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, maka banyak pedagang dari berbagai penjuru dunia yang singgah di wilayah Ternate. 3. Kerajaan Tidore Kerajaan ini terletak di sebagian pulau Halmahera dan sebagian lagi di pulau Seram. Kerajaan Tidore memeluk Islam sekitar abad ke 15 Masehi. Cirali Lijitu merupakan sultan Tidore yang pertama kali memeluk agama Islam dan memiliki gelar Sultan Jamaludin. Sultan Jamaludin memeluk Islam berkat seorang mubaligh bernama Syekh Mansyur. Kerajaan ini sendiri terkenal karena ekonomi perdagangan di sektor rempah-rempah. Menurut sumber sejarah, kerajaan Tidore kala itu memiliki persekutuan yang disebut dengan Ulisiwa yang terdiri atas wilayah Halmahera, Makyan, Kai, Jailolo serta pulau-pulau lainnya di wilayah sebelah timur Maluku. 4. Kerajaan Bacan Kekuasaan kerajaan Bacan telah meliputi seluruh kepulauan Bacan, Obi, Waigeo, Solawati hingga di wilayah Irian Barat. Penyebaran agama Islam di kerajaan Bacan ini sendiri bermula ketika seorang Mubalig dari kerajaan Islam Maluku lainnya datang dan mulai menyebarkan Islam. Adapun raja pertama dari kerajaan Bacan ini bernama Zainal Abidin. Ketika memimpin Kerajaan Bacan, Zainal Abidin pun mulai menerapkan ajaran dan aturan-aturan Islam di wilayah Kerajaan Bacan. Kerajaan Islam di Sulawesi 1. Kesultanan Buton Kerajaan Kesultanan Buton merupakan kerajaan Islam yang terletak di Sulawesi Tenggara. Menurut sejarah, kerajaan ini telah lama berdiri bahkan sebelum agama Islam masuk ke wilayah Sulawesi. Kerajaan ini muncul pada awal ke 14 Masehi. Kerajaan Kesultanan Buton ini sendiri awalnya memiliki corak agama Hindu Budha, akan tetapi seiring semakin berkembangnya agama Islam di wilayah Sulawesi, kerajaan ini pun kemudian berubah menjadi kerajaan bercorak Islam. Kerajaan Buton menguasai banyak wilayah di kepulauan Buton termasuk di kawasan perairannya. Nama Buton memang sudah terkenal sejak zaman Majapahit. Bahkan dalam kitab Negarakertagama dan dalam Sumpah Palapa dari Gajah Mada, nama Buton sering sekali disebutkan. Hingga hari ini Kesultanan Buton tetap masih ada dan menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh banyak pelancong. 2. Kesultanan Banggai Kerajaan Islam di wilayah Sulawesi selanjutnya ialah kerajaan Banggai. Kerajaan Banggai ini terletak di wilayah Semenanjung Timur pulau Sulawesi dan Kepulauan Banggai. Kesultanan Banggai telah lama berdiri yaitu sekitar abad ke 16 Masehi. Hingga hari, Kerajaan Banggai masih tetap eksis dan selalu didatangi banyak pengunjung. Sebenarnya, Kerajaan ini juga pernah mengalami masa-masa keterpurukan akibat kalah dari kerajaan Majapahit. Namun, setelah keruntuhan kerajaan Majapahit, Kerajaan Banggai kembali bangkit dan menjadi kerajaan independen kembali serta telah bercorak Islam. 1. Kerajaan Gowa Tallo Sesuai namanya, Kerajaan Gowa Tallo sebenarnya memang terdiri atas dua kerajaan yang menjalin persatuan atau persekutuan. Persatuan dua kerajaan besar di wilayah Sulawesi ini kemudian memberikan dampak yang begitu besar. Kerajaan Gowa sendiri menguasai wilayah dataran tinggi, adapun untuk wilayah Tallo menguasai daratan pesisir. Pengaruh yang cukup kuat menjadikan dua persekutuan kerajaan ini sebagai kerajaan yang sangat berpengaruh pada jalur perdagangan di wilayah timur tanah air. Sejarah juga menyebutkan jika kerajaan Gowa Tallo ini telah berdiri sejak sebelum Islam masuk ke wilayah Sulawesi atau lebih tepatnya sekitar tahun 13 Masehi. Kerajaan ini akhirnya bergabung menjadi bagian dari NKRI pada tahun 1946 dengan Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin sebagai raja terakhirnya. 2. Kerajaan Bone Bila dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di wilayah Sulawesi, kerajaan Bone termasuk kerajaan yang cukup kecil. Karena posisinya sebagai kerajaan kecil maka saat itu kerajaan Bone sangat dipengaruhi oleh Kerajaan Gowa dan Tallo. Kekuatan kerajaan Gowa Tallo memang sangat besar pada setiap kerajaan-kerajaan kecil kala itu. Oleh sebab itu, karena pengaruh dari kerajaan Gowa Tallo ini maka kerajaan Bone pun akhirnya menjadikan kerajaannya sebagai kerajaan yang bercorak Islam. Agama Islam ini sendiri masuk ke kerajaan Bone pada masa pemerintahan Raja Bone XI atau sekitar tahun 1611 Masehi. Setelah itu, agama Islam pun makin tersebar karena dapat diterima dengan baik oleh masyarakat di wilayah kekuasaan kerajaan Bone. 3. Kerajaan Konawe Kerajaan Konawe berada di wilayah Sulawesi Tenggara. Sebelum bercorak Islam, kerajaan ini awal mulanya merupakan kerajaan bercorak Hindu. Akan tetapi, seiring berkembangnya agama Islam di Konawe, sekitar tahun 18 Masehi, kerajaan Konawe pun secara perlahan mulai mengalami perubahan sistem pemerintahan dan pada akhirnya juga masuk menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa kerajaan yang telah disebutkan di atas merupakan sejumlah kerajaan Islam yang paling Berjaya di wilayah Sulawesi di masa lalu. Meskipun beberapa di antaranya ada yang telah runtuh akan tetapi beberapa kerajaan juga telah menjadi peninggalan budaya yang patut untuk tetap dijaga. Sejumlah kerajaan Islam di wilayah Sulawesi ini menjadi bukti yang kuat bahwa pengaruh Islam di Sulawesi memang sangat berkembang dengan pesat. Ketika beberapa kerajaan masih memegang corak Hindu Budha, secara pelan tapi pasti, penyebaran agama Islam di Sulawesi mengambil alih corak Hindu Budha menjadi kerajaan yang bercorak Islam. Kerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat & Timur 1. Kesultanan Bima Kesultanan ini didirikan pada tanggal 7 Februari 1621 Masehi. Masuknya Islam di kerajaan Bima diawali ketika pada tahun 1540 Masehi para mubalig dan pedagang dari Kesultanan Demak datang dan menyebarkan Islam. Penyebaran Islam terus berlanjut dan diteruskan oleh Sultan Alauddin sekitar tahun 1619. Beliau mengirimkan para mubalig dari Kesultanan Luwu, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Bone. 2. Kesultanan Sumbawa Menurut Zolinger, sebelum masuk ke pulau Lombok, Islam terlebih dahulu masuk ke pulau Sumbawa yaitu sekitar tahun 1450-1540. Ajaran Islam dibawa langsung oleh para pedagang Islam dari Jawa dan Sumatera. Runtuhnya kekuasaan Majapahit menjadikan banyak kerajaan kecil di wilayah pulau Sumbawa menjadi merdeka. Kondisi semakin memudahkan masuknya agama Islam di lingkungan kesultanan Sumbawa. Sekitar tahun 16 Masehi, Sunan Prapen yang merupakan keturunan Sunan Giri masuk ke pulau Sumbawa dan menyebarkan Islam ke kerajaan-kerajaan bercorak Hindu. 3. Kerajaan Dompu Kerajaan Dompu terletak di wilayah Kabupaten Dompu saat ini. Kerajaan ini berada di wilayah Kabupaten Bima dan Kabupaten Sumbawa. Mayoritas penduduk setempat kini telah memeluk agama Islam dengan tradisi dan budaya Islam. Keturunan raja atau dikenal dengan istilah Bangsawan Dompu hingga kini masih tetap ada. Mereka sering dipanggil dengan sebutan Ruma ataupun Dae. Istana Dompu yang menjadi simbol kekuasaan zaman dahulu kala kini telah diubah menjadi Masjid Raya Dompu. Kerajaan Islam di Kalimantan 1. Kerajaan Selimbau Kerajaan Islam pertama di wilayah Kalimantan ialah Kerajaan Selimbau. Kerajaan ini terletak di wilayah kecamatan Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Sebelum memeluk Islam, kerajaan Selimbau menjadi kerajaan Hindu tertua di Kalimantan Barat. Selama bertahun-tahun, Kerajaan Selimbau diperintah dengan garis turun temurun yang berjumlah 25 generasi. Mulai dari raja-raja yang beragama Hindu hingga sampai pada masa pemerintahan Kerajaan bercorak Islam. 2. Kerajaan Mempawah Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam yang berlokasi sekitar wilayah Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Nama Mempawah ini sendiri diambil dari istilah Mempauh yang berarti nama pohon yang tumbuh di hulu sungai yang kemudian dikenal dengan sebutan Sungai Mempawah. Di masa perkembangannya, pemerintahaan kerajaan dibagi menjadi dua periode yang pertama ialah masa kerajaan Suku Dayak yang bercorak Hindu lalu masa Kesultanan yang bercorak Islam. 3. Kerajaan Tanjungpura Salah satu kerajaan tertua di Kalimantan Barat ialah Kerajaan Tanjungpura atau sering juga disebut dengan Tanjompura. Kerajaan ini telah mengalami beberapa kali perpindahan ibu kota kerajaan. Awalnya ibu kota kerajaan terletak di Negeri Baru atau di Kabupaten Ketapang saat ini, setelah itu berpindah lagi ke wilayah Sukadana yang menjadi Kabupaten Kayong Utara. Kemudian, di abad ke 15 Masehi berubah nama menjadi Kerajaan Matan ketika Rajanya Sorgi atau Giri Kesuma masuk Islam. 4. Kerajaan Landak Kerajaan Landak atau dikenal juga dengan Kerajaan Ismahayana landak ialah sebuah kerajaan yang berada di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Kerajaan Landak ini sendiri memiliki kronik sejarah yang cukup panjang. Beberapa sumber tertulis mengenai kerajaan ini memang cukup terbatas. Namun, berbagai bukti arkeologis berupa bangunan istana kerajaan atau keraton hingga berbagai atribut-atribut kerajaan yang masih bisa dilihat hingga saat ini menjadi bukti eksisnya kerajaan ini. Menurut sejarah kerajaan Landak ini juga terbagi menjadi dua fase yang bertema ialah masa kerajaan bercorak Hindu dan kemudian menjadi kerajaan bercorak Islam yang telah dimulai sekitar tahun 1257 M. 5. Kerajaan Tayan Kerajaan Islam ini terletak di kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Tayan, Provinsi Kapuas Raya. Pendiri dari kerajaan Tayan ialah Putra Brawijaya yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Beliau bernama Gusti Likar atau sering juga disebut dengan Lekar. Gusti Lekar ini sendiri merupakan anak kedua dari Panembahan Dikiri yang merupakan Raja Matan. Anak pertama dari Panembahan Dikiri bernama Duli Maulana Sultan Muhammad Syarifuidin yang kemudian menggantikan ayahnya sebagai Raja Matan. Sultan Muhammad Syarifudin ini sendiri merupakan Raja pertama yang masuk Islam berkat jasa tuan Syech Syamsuddin. Beliau kemudian mendapatkan hadiah berupa sebuah Qur’an kecil serta sebentuk cincin bermata jamrud merah yang didapatkan langsung dari Raja Mekkah. 6. Kesultanan Paser Sebelumnya Kesultanan Paser disebut sebagai Kerajaan Sadurangas yang merupakan sebuah kerajaan yang berdiri sekitar tahun 1516. Saat itu kerajaan dipimpin oleh seorang Ratu yang bernama Putri Di Dalam Petung. Sebelum Ratu menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya, Putri Petong masih menganut ajaran animisme atau kepercayaan menyembah roh-roh halus. Lewat jalur perkawinan antara Ratu Petong dan Abu Mansyur Indra Jaya, Kesultanan Panser mulai memeluk Islam. Selain itu, jalur perdagangan yang berasal dari berbagai pedagang muslim juga berperan besar tersiarnya agama Islam di Kesultanan Paser. Buku Terkait Kerajaan Islam di Indonesia Nusantara Sejarah Islam di Jawa Tidak mudah mengkaji sejarah Islam, khususnya di Tanah Jawa, sebab terbatasnya data-data tentang kapan dan bagaimana Islam datang dan berkembang di Jawa. Narasi yang dipahami hingga saat ini bahwa Islam masuk ke Jawa dibawa oleh para pedagang muslim sekaligus pendakwah dan kemudian dikembangkan lebih kreatif oleh para wali, khususnya Walisongo. Tetapi, apakah narasi itu sudah cukup menjelaskan tentang sejarah Islam di Jawa? Para sejarahwan berbeda pendapat. Berbagai hasil riset mereka sudah dibukukan berdasarkan perspektif serta fokus kajian yang berbeda-beda sehingga menghadirkan kebergaman pemahaman. Banyaknya publikasi buku-buku sejarah Islam di Jawa, termasuk buku ini, tentu dapat memperkaya khazanah pemahaman kita tentang bagaimana Islam di Tanah Jawa. Namun, buku ini menjelaskan tiga hal pokok, yaitu awal mula kedatangan Islam, para penyebar Islam dan strategi penyebaran Islam di Tanah Jawa. Keunggulan buku ini adalah pada penjelasan kondisi sosial masyarakatJawa, asal-usul orang Jawa, serta keadaan Jawa pra-Hindu-Budha. Dengan demikian, kajian buku ini lebih komprehensif dari buku lainnya. Genealogi Kerajaan Islam Di Jawa Buku ini menyajikan sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa dari masa Hindu-Buddha hingga peralihan ke masa Islam. Titik fokus yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana terjadinya transformasi politik dan religius dari kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha menuju kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Dengan gaya bahasa yang populer, buku ini bermaksud memberikan penjelasan ringan dan mudah dipahami tentang peralihan peradaban di Jawa pada masa lalu. Jejak Islam Dalam Kebudayaan Jawa Agama dan budaya adalah pengikat kuat bagi masyarakat agar selalu terhubungan dengan nilai luhur, dengan nilai sosial, dan dengan kehangatan masa lalu. Di saat perubahan terjadi secara cepat, agama, dan budaya menyediakan ruang untuk membangun kohesivitas sosial dan sarana untuk mencapai ketenangan rohani. Peran Islam dalam budaya Jawa tidak bisa diabaikan untuk pembangunan masyarakat dan kebudayaannya. Buku ini muncul sebagai upaya untuk melihat jejak Islam dalam kebudayaan Jawa. Islam di Jawa tumbuh berkembang dengan pesat dan menjadi satu anyaman yang kuat dan menguatkan dengan nilai sosial yang ada di masyarakat. Buku ini ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai eksistensi nilai Islam dalam kebudayaan Jawa dan bagaimana cipta, karsa, dan karya manusia Jawa dilihat kembali sebagai khazanah untuk menggali kearifan lokal, seraya tetap mendorong pembangunan manusia yang unggul dan berdaya saing, sehingga pembaca bisa menapaki kembali kekayaan khazanah nilai luhur agama dalam kebudayaan Jawa. Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Kerajaan Islam di Indonesia ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien Banyakkapal-kapal dagang muslim yang datang dan singgah di Nusantara. Adanya interaksi antar pedagang dari penjuru dunia dengan intensitas tinggi, memunculkan beragam teori mengenai proses masuknya Islam ke Nusantara. Baca juga: Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama di Nusantara. Teori-teori mengenai proses masuknya Islam ke Indonesia
Jakarta - Kerajaan Islam di Indonesia sudah ada sejak abad 13 hingga 15 masehi. Munculnya kerajaan Islam dikarenakan baiknya hubungan perdagangan antara Indonesia dengan negara di Timur memiliki pengaruh di kehidupan masyarakat Indonesia, kebudayaan Islam kian berkembang sampai saat ini. Pengaruh dari kebudayaan Islam yang berdampak pada kehidupan masyarakat dapat terlihat dari peninggalan-peninggalannya. Berikut ini peninggalan-peninggalan kerajaan Islam di Kerajaan Samudra PasaiDilansir dalam Modul Sejarah Indonesia Kelas X KD dan oleh Kemendikbud, Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan bercorak Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini terletak di pantai utara Aceh, pada muara Sungai Psangan Pasai. Di muara tersebut terdapat dua kota, yaitu Samudra agak jauh dari laut dan Pasai yang merupakan kota di pesisir pantai. Peninggalan yang ditinggalkan dari Samudra Pasai ialah Cakra Donya Makam Sultan Malik Al-Shaleh Makam Sultan Muhammad Malik Al-Zahir Makan Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah Makam Teungku Peuet Ploh Peuet Makam Ratu Al-Aqla Nur Ilah Stempel Kerajaan Samudra Pasai Naskah Surat Sultan Zainal Abadin2. Kerajaan MalakaLetak kerajaan Malaka sangat strategis, yaitu berada di Semenanjung Malaya dan memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan kehidupan pemerintahan, kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Raja pertama sekaligus pendiri kerajaan Malaka adalah Iskandar Kerajaan AcehKerajaan Aceh mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada masa kejayaan Aceh, perekonomian Aceh mengalami perkembangan pada pertanian yang menghasilkan budaya dari kerajaan Aceh adalah tertanda dari kemajuan bidang sosial-budayanya, yaitu tersusunnya suatu undang-undang tentang tata pemerintahan yang disebut dengan "Adat Makuta Alam". Kemudian, munculnya ulama besar yang bernama Nuruddin Ar Raniri yang merupakan pengarang buku sejarah Aceh dengan judul Bustanussalatin Taman Segala Raja menguraikan tentang adat istiadat masyarakat Aceh dan ajaran agama Kerajaan DemakKerajaan Demak berkembang dari sebuah daerah yang bernama Bintoro yang merupakan daerah bawahan dari Majapahit. Kehidupan budaya masyarakat Demak dapat terlihat dari peninggalan-peninggalan kerajaan Demak. Masjid Agung Demak adalah karya besar para wali yang menggunakan gaya asli Indonesia yaitu atapnya bertingkat tiga dan memiliki peninggalan selanjutnya adalah pintu Bledek. Pintu Bledek adalah pintu yang dilengkapi dengan pahatan yang dibuat pada tahun 1466 oleh Ki Ageng Kerajaan Gowa TalloKerajaan Gowa dan Tallo merupakan dua kerajaan yang terletak di Sulawesi Selatan dan saling berhubungan baik. Kedua kerajaan tersebut lebih dikenal dengan kerajaan Makassar. Pada sebuah naskah lontar, kerajaan Makassar memiliki hukum perniagaan yang mengatur pelayaran dan perniagaannya yang disebut dengan "Ade Allopiloping Bicaranna Pabbalu'e" pada sebuah naskah lontar tentang hukum laut karya Amanna budaya lainnya yang sampai sekarang menjadi kebanggaan Indonesia adalah alat penangkap Ikan dan kapal Pinisi. Kemudian, di samping itu, masyarakat kerajaan Makassar juga mengembangkan seni sastra yaitu Kitab Kerajaan Ternate dan TidoreKerajaan Ternate dan Tidore terletak di sebelah Pulau Halmahera maluku Utara. Tanah Maluku kerap disebut dengan "The Spicy Island" sebab kekayaannya akan kebudayaan dari Kerajaan Ternate dan Tidore adalah perahu Kerajaan PerlakDalam buku IPS Terpadu yang disusun oleh Nana Supriatna, Mamat Ruhimat dan Kosim, dijelaskan Kerajaan perlak terletak di Bukit Meuligou, Aceh. Sebelum menjadi sebuah kerajaan besar, negeri Perlak telah mempunyai pemerintah meskipun sangat sederhana dan telah memiliki raja yang bergelar sumber sejarah menyatakan bahwa kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Kerajaan Perlak. Hal ini didasarkan kitab Idharul Haqq karangan Abu Ishak Makarani Al Fasy dan kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sulthan As Salathin karangan Syekh Samsul Bahri Abdullah Al Asyi yang kemudian disalin kembali oleh Said Abdullah Ibn Saiyid Habib Saifuddin pada 1275 H atas suruhan Sultan Alaidin Mansyur naskah tua tersebut menyatakan bahwa di Aceh telah berdiri kerajaan Perlak yang sudah ada sejak abad ke-3 Hijriyah pertengahan abad ke-9 Masehi. Selain itu pula, dari catatan Saiyid Abdullah ibn Saiyid Habib Saifudin mengenai silsilah raja-raja Perlak dan Pasai. Simak Video "Megahnya Arsitrktur Istana Siak Bergaya Eropa dan Timur Tengah, Riau" [GambasVideo 20detik] lus/lus
Belikoleksi Kerajaan Islam Di Nusantara online lengkap edisi & harga terbaru June 2022 di Tokopedia! ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Kurir Instan ∙ Bebas Ongkir ∙ Cicilan 0%.
BAB I PENDAHULUAN Kerajaan Islam di Nusantara Islam di Indonesia Asia Tenggara merupakan salah satu dari tujuh cabang peradaban peradaban Islam sesudah hancurnya persatuan peradaban Islam yang berpusat di Baghdad tahun 1258 M . Ketujuh cabang itu secara lengkap adalah peradaban Islam itu secara lengkap adalah peradaban Islam Arab, Islam Parsi, Islam Turki, Islam Afrika Hitam, Islam anak benua India, Islam Arab Melayu, dan Islam China. Kebudayaan peradaban yang disebut Arab Melayu tersebar di wulayah Asia Tenggara memiliki ciri-ciri universal menyebabkan peradaban itu tetap mempertahankan bentuk integralitasnya, tetapi pada saat yang sama tetap mempunyai unsur-unsur yang khas kawasan itu. Kemunculan dan perkembangan Islam dan kawasan itu menimbulkan transformasi kebudayaan peradaban lokal. Transformasi melalui pergantian agama dimungkinkan karena Islam selain menekankan keimanan yang benar, juga mementingkan tingkah laku dan pengamalan yang baik, yang diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan. Terjadinya transformasi kebudayaan dari sistem keagamaan lokal kepada sistem keagamaan Islam bisa disebut Revolusi Agama. Transformasi masyarakat Melayu kepada Islam terjadi berbarengan dengan “ masa perdagangan “. Masa ketika Asia Tenggara mengalami peningkatan posisi dalam perdagangan Timur-Barat. Kota-kota wilayah pesisir muncul dan berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan, kekayaan,dan kekuasaan. Masa ini mengantarkan wilayah Nusantara ke dalam internasionalisasi perdagangan dan kosmopolitanisme kebudayaan yang tidak pernah dialami masyarakat di kawasan ini pada masa-masa sebelumnya.[1] BAB II PEMBAHASAN 1. Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan yang paling lama berkuasa di Nusantara pada masa lampau. Saat disebutkan kerajaan Aceh, yang terlintas di pikiran orang adalah Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan ini muncul setelah jatuhnya kerajaan Malaka ke tangan Portugis pada tahun 511 M. Pada tahun itulah kerajaan Aceh Darussalam didirikan dan menjadi pengganti atas kekalahan bangsa Melayu di Melaka marwah bangsa Melayu jatuh . Kerajaan Aceh Darussalam merupakan hasil evolusi dari kerajaan-kerajaan Islam yang pernah muncul di tanah Aceh sebelumnya. Jika dilihat dari latar belakang sejarah kemunculan kerajaan-kerajaan Islam di Aceh, Kerajaan Aceh Darussalam merupakan kerajaan Islam yang terakhir di Aceh. Kerajaan ini merupakan kerajaan yang paling lama berkuasa di Nusantara yang diperintah oleh puluhan sulthan. Setelah kerajaan Aceh Darussalam berakhir pada tahun 1939 M, tidak ada kerajaan Islam yang pernah muncul di wilayah Asia Tenggara ini.[2] Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama kabupaten Aceh Besar. Disini pula terletak ibu kotanya. Kurang begitu diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, kerajaan Aceh berdiri pada abad ke -15 M, diatas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah. Dialah yang membangun Kota Aceh Darussalam. Ali Mughayat Syah meluaskan wilayah kekuasaannya ke daerah Pidie yang bekerja sama dengan Portugis, kemudian ke Pasai pada tahun 1524 M. Dengan kemenangannya terhadap dua kerajaan tersebut, Aceh dengan mudah melebarkan sayap kekuasaannya ke Sumatera Timur untuk mengatur daerah Sumatera Timur, raja Aceh mengirim panglima-panglimanya, salah seorang di antaranya adalah Gocah, pahlawan yang menurunkan sultan-sultan Deli Serdang.[3] Peletak dasar kebesaran kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar Al-Qahar. Dalam menghadapi bala tentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Usmani di Turki dan negara-negara Islam yang lain di Indonesia. Dengan bantuan Turki Usmani tersebut, Aceh dapat membangun angkatan perangnya dengan baik. Aceh ketika itu tampaknya mengakui kerajaan Turki Usmani sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dan kekhalifahan dalam islam. Puncak kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda 1608-1637 . Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir timur dan barat sumatera. Dari Aceh, Tanah Gayo yang berbatasan diislamkan, juga Minangkabau. Hanya orang-orang kafir Batak yang berusaha menangkis kekuatan-kekuatan Islam yang datang, bahkan mereka melangkah begitu jauh sampai minta bantuan Portugis. Sultan Iskandar tidak terlalu bergantung kepada bantuan Turki Usmani yang jaraknya jauh. Untuk mengalahkan Portugis, Sultan kemudian bekerja sama dengan musuh Portugis, yaitu Belanda dan Inggris. Tidak seperti Iskandar Muda yang memerintah dengan tangan besi, penggantinya, Iskandar Tsani, bersikap lebih liberal, lembut dan adil. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk masa beberapa tahun. Pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan tetapi, kematiannya diikuti oleh masa-masa bencana. Tatkala beberapa perempuan menduduki singgasana pada tahun 1641-1699, beberapa wilayah taklukannya lepas dan kesultanan menjadi terpecah belah. Setelah itu, pemulihan kembali kesultanan tidak banyak bermanfaat, sehingga menjelang abad ke -18 M kesultanan Aceh merupakan bayangan belaka dari masa silam dirinya, tanpa kepemimpinan dan kacau balau.[4] 2. Kerajaan Mataram Mataram pada mulanya hanyalah merupakan hutan yang penuh tumbuhan tropis di atas puing-puing istana tua Mataram Hindu, lima abad sebelum berdirinya kerajaan Mataram Islam yang sedang kita bicarakan sekarang ini. [5] Awal dari kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang tersebut. Sebagai hadiah atasnya, sultan kemudian menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan raja-raja Mataram Islam kemudian.[6] Pada tahun 1577 M, KI Gede Pamanahan menempati istana barunya di Mataram. Dia digantikan oleh putranya, Senopati tahun 1584 dan dikukuhkan oleh Sultan Pajang. Senopati yang dipandang sebagai Sultan Mataram pertama, setelah pangeran Benawa anak sultan Adiwijaya, menawarkan kekuasaan atas pajang kepada Senopati. Meskipun Senopati menolak dan hanya meminta pusaka kerajaan, diantaranya Gong Kiai Skar Dlima, Kendali Kiai Macan Guguh, dan Pelana Kiai jatayu, namun dalam tradisi Jawa, penyerahan benda-benda pusaka itu sama artinya dengan penyerahan kekuasaan. Senopati meninggal Dunia tahun 1601 M dan digantikan oleh putranya Seda Ing Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613 dan juga diganti oleh putranya, Sultan Agung yang melanjutkan usaha ayahnya. 3. Kerajaan Demak Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah, berdirinya Kerajaan Demak tidak ada kaitannya dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit, artinya Kerajaan Demak berdiri, Kerajaan Majapahit masih eksis. Namun munculnya Kerajaan Demak erat kaitannya dengan kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya Kerajaan Majapahit Perlu diketahui bahwa meskipun Kerajaan Majapahit runtuh tidak berarti bahwa seluruh bekas kekuasaan Kerajaan Majaphit jatuh ketangan Kerajaan Demak dan seluruh bekas wilayah Kerajaan Majapahit menjadi muslim. Sebagaimana telah disebutkan perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi Raja Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusar kekuasaan yang independen.[7] Kerajaan Demak runtuh karena konflik internal dikalangan keluarga kerajaan, lalu muncul Kerajaan Pajang dibawah Hadiwijaya. Setelah Kerajaan Pajang muncul Kerajaan Mataram yang didirikan oleh Panembahan Senopati. Kerajaan Mataram beberapa kali mengalami perpindahan pusat pemerintahan, mulai dari Kota Gede , Plered. Kerta, Kartasura kemudian ke Surakarta. Perpindahan itu karena ibukota kerajaan pernah diduduki musuh. 4. Kerajaan Banten Peletak dasar nilai keislaman di Kawasan Sunda ialah Nurullah dari Samudera Pasai. Beliau datang kesana pada tahun 1525 atas perintah Sultan Nurullah atau Syarif yang juga dikenal sebagai Sunan Gunung Jati di Jawa bagian Barat dengan misi utamaa yaitu penyebaran Islam dan kedua untuk memperluas wilayah kerajaan Demak. Sebagai penguasa baru di Banten ia bersikap sebagai bawahan Demak. Wilayah kekuasannya meliputi wilayah Banten, Jakarta dan Cirebn. Pada masanya usaha untuk menjarah pangkuan Pajajaran masih belum terencana hal ini karena disamping jangkauannya agak jauh dari pantai juga disibukkan oleh usaha pembenahan kekuasaan barunya teruatam Salaam mengantisipasi masa transisi budaya Hindu ke Islam bahkan untuk kepentingan ini ia harus berpindah-pindah tempat kadang di Banten dan kadang di Cirebon. [8] Sistem politik, sebagaimana kerajaan tradisional lainnya, kekuasaan sultan disini mempunyai otoritas tertinggi serta mempunyai hak prerogatif penuh atas segala urusan, baik politik atau lainnya. Pengakuan dan pengukuhan atas jabatan sultan ditetapkan berdasarkan warisan. Kedudukan dan peran serta Ulama, kedudukan sultan-sultan Banten diakui bukan saja sebagai kepala pemerintahan yang memiliki otoritas tertinggi tetapi juga sebagai kepala agama di wilayahnya, dengan demikian lembaga-lembagaa keagamaan mendapaat perhatian, pengakuan serta perlindungan penuh dari sultan,terutama ulamnya. Mereka termasuk kelompok elite yang memiliki pengaruh besar terhadap jalannya pemerintahan ataupun masyarakat. Suasana harmonis antara Ulama dan Umara berjalan dari masa ke masa hingga terjadi aneksasi Belanda atas Banten. Kessempatan para ulama dalam berpartisipasi dalam soal kebijakan pemerintah sudah tidak ada peluang, semuanya sudah diatur oleh Belanda. Peranan pejabat seperti Ulama,personl semakin dipersempit dan bahkan baanyak didudukkan pejabat-pejabat biasa dengan pengawasan ketat dari pemerintah Belanda. Pembatasan terhadap jamaah haji juga dlakukan, tetapi jumlah peserta setiap tahunnya terus meningkat. Sebagai akibat pelaksanaan tersebut bangkitlah para ulama Banten untuk melakukan Kompeni dengan Belanda. [9] 5. Kerajaan Palembang Sejarah kerajaan Palembang atau kesultanan Palembang terjadi dalam abad ke 17 M dan 18 M. Tempatnya di kota Palembang dan sekitarnya, baik disebelah di Sungai Musi maupun du Hulu dan anak-anaknya, yang dikenal dengan Batanghari sembilan. Letaknya tiddaak terlalu jauh dari Kuala yang bermuara di selat Bangka. Kota Palembang semula termasuk wilayah kerajaan Budha Sriwijaya yang berkuasa dari tahun 683 M sampai kira-kira tahun 1371 M. Runtuhnya kerajaan ini karena akibat kekosongannya Kekuasaan dan menjadi taklukan kerajaaan Majapahit pada pertengahan abad ke 15 sampai tahun 1527 M. Setelah kerajaan Majapahit, Palembang menjadi daerah pelindung dari kerajaan Demak,pajang dan Mataram. Masa Kejayaannya, palembang dalam bagian kedua abad ke 18 telah menuju ke hari depan yang baik, yaitu pada masa Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin II, ia menjalankan pemerintahan secara bijaksana, perdagangan berkembang pesat dan timah telah memperkaya kerajaan. Ekonomi, perekomian sesuai dengan letaknya, sangat dipengaruhi oleh perdagangan luar dan dalam negeri. Komoditi yang terpenting ialah hasil pertambangan Timah. Politik, politik yang dijalankan di kesultanan selama kurang lebih 50 tahun telah membuktikan telah berhassilnya menciptakan pemerintahan yang stabil, dimana ketentram dan keamanan penduduk dan perdagangan terpelihara dengan baik. Begitu juga hubungan dengan negara-negara tetangga pada umumnya terjalin dengan baik, hanya ada satu kali perang saja sewaktu pra-kesultanan pada tahun 1596 dengan Banten yang berlatar belakang pertikaian ekonomi untuk memperebutkan pangkalan perdagangan di Selat Malaka. Peran Ulama di Kesultanan Palembang, sama seperti kerajaan Islam yang lainnya yaitu, para ulama yaitu juga sangat berperan penting, seperti kedudukan dalam pemerintahan juga sebagai pemberi tentang ilmu-ilmu Islam. 6. Kerajaan Ternate Islam masuk ke Ternate ke daerah maluku resmi pada abad IX, yang pada waktu itu dibawa oleh orang Arab, Persi dan juga orang melayu yang berdatangan kesana sejak abad ke -5 Masehi atau abad ke-11 masehi. Kerajaan Ternate berada pada kepulauan Maluku yang merupakan salah satu dari empat kerajaan yang berada disana,yaitu kerajaan Tidore, Bacan, Jailolo,dan Ternate. Sejak dulu ternate terkenal dengan bunga cengkehnya, karena itulah yang membuat bangsa Eropa banyak berdatangan dan ingin menguasainya. Datnganya pengaruh bangsa Barat, didahului oleh pengaruh bangsa Timur Tengah yang lebih awal datangnya ke Negeri ini, sehingga mereka saling berlomba untuk mendapatkan hasil bumi yang melimpah ruah. Bangsa Timur Tengah disamping mencari rempah-rempah juga untuk menyebarkan agama Islam.[10] Ekonomi, Kerajaan Ternate tidak terlepas dari aspek-aspek dan hal-hal yang membawa ke arah kelangsungan kehidupan kerajaan tersebut. Pada masa pertumbuhannya dan perkembangan islam, sistem jual beli agaknya masih melanjutkan atau meneruskan sistem lama,yaitu barter. Ada pula yang menggunakan alat penukar Konvensional yang lazim disebut Uang. Tradisi ini masih berlaku bagi masyarakat primitif yang masih tinggal di pedalaman. Perkembangan di Ternate berjalan sangat pesat, hal ini terlihat dengan banyaknya orang yang menanam rempah-rempah, yang terkenal merupakan tanaman yang sangat mahal harganya dan banyak peminatnya, bukan saja di kalangan Indonesia Sendiri, tetapi juga bangsa Asing yang datang Maluku. Politik, seperti halnya juga kerajaan Islam yang lain juga telah mengenal politik dalam menjalankan pemerintahan. Dalam pergantian kekuasaan raja masih berlaku sistem turun temurun dan ini terbukti ketika sultan yang pertama Zainal Abidin wafat, maka penggantinya adalah putranya yang bernama Sirullah. Tercatat dalam sejarah , bahwa dalam pusat kerajaan Ternate terdapat beberapa mesjid dengan bangunan yang megah dan Unik, yang membedakan dengan mesjid daerah lain. Pada masa sebelum Islam datang, masyarakat Ternate menganut Animisme dan Dinamisme, menganggap nenek moyang adalah mereka yang paling keramat. Tetapi setelah Islam datang keadaan menjadi berubah yang mana diawali dengan masuknya raja mereka yang pertama dengan memeluk islam dan diikuti oleh rakyatnya. Hubungan Ulama dengan rakyat,minat beragama masyarakat ternate terhadap Islam sangat tinggi dan antusias untuk mempelajari ajaran-ajarannya. 7. Kerajaan Makassar Kerajaan terdiri atas dua kerajaan yaitu Goa dan Tallo, keduanya saling mengadakan hubungan baik sehingga masyarakat hanya mengenal Kerajaan Makassar saja. Nama Makassar diambil dari ibukota Goa dan sekarang berganti nama menjadi Ujung Pandang. Islam masuk ke daerah Makassar melalui pengaruh Kesultanan Ternate yang giat memperkenalkan Islam disana. Raja Gowa yang bernama Karaeng Tunigallo selanjutnya masuk Islam setelah menerima dakwah dari Dato Ri bandang.[11] Kerajaan ini mencapai kejayaannya pada masa dibawah pimpinan Sultan Hasanuddin yang dijuluki sebagai “ Ayam jantan Dari Timur” oleh Orang belanda sendiri dikarenan beraninya dalam melawan Belanda. Ekonomi, perdagangan yang berkembang pesat dan menjadi perkembangan pusat pelaabuhan Internasional. Masa kemundurannya,betapapun kemajuan Makassar Sesudah Islam, adat istiadatnya tidak boleh dilupakan. Raja-raja di ketiga daerah yang lain masuk, termasuk Wajo dan Soppeng bukanlah jajahan Makassar, tetapi raja Empat Sela, yang duduk sama rendah,tegak sama tinggi. Makassar kurang memperhatikan hal tersebut, sehingga sifaatnya terlalu keras. Perasaan tidak puas kian lama makin mendalam, dipimpin oleh anak raja yang masih muda dari Soppeng bernama Aru Palaka, komponi akhirnya mengetahui dendam yang sangat dalam tersebut. Peran Ulama, dalam sejarah pada Kerajaan ini tidak banyak disebutkan tentan peran Ulama, mungkin karena banyaknya pengaruh agama primitif. Disamping itu, ekspansi keagamaan yang dilancarkan oleh misionaris cukup membuat penguasa Makassar untuk memilih mana yang pantas untuk menjadi agama resmi kerajaan. Para ulama di Makassar banyak yang berasal dari Sumatera khususnya Aceh yaittu yang diperintahkan oleh dari kerajaan IndraPuri. Merekalah yang mengambil peranan penting dalam usaha mengislamkan penguasa dan menyebarkan ke Msyarakat Makassar, yang pada gilirannya nanti akan ikut memberi semangat baru bagi masyarakat Makassar untuk menentukan pegangan hidup mereka. 8. Kerajaan Banjar Di kalimantan nama Banjar Mula-mula dipakai untuk membedakan orang Melayu dari orang Jawa yang berjasa terhadap Sultan Suriansyah, sesuai dengan arti Banjar itu sendiri, yaitu Kelompok. Kerajaan Banjar merupakan kerajaan islam yang terletak di Pulau Kalimantan, tepatnya di kalimantan Selatan. Kerajaan Banjar disebut juga Kesultanan Banjarmasin. Kata Banjarmasin merupakan paduan dari dua kata, yaitu bandar dan Masih. Nama Bandar Masih diambil dari nama Patih Masih, seorang perdana menteri Kerajaan banjar yang cakap dan berwibawa. Perkembangan ekonomi, berkembang sangat pesat,akhir abad ke 16 sampai abad ke 17. Banjarmasin menjadi kota dagang yang sangat berarti untuk mencapai suatu kemakmuran kerajaan. Perekonomian masyarakat Banjar terdiri atas pertanian, nelayan dan industri. Dalam kurun sejarah, kebudayaan Banjar mengalami pergeseran dan perubahan-perubahan hingga coraknya berbeda dari zaman ke zaman. Ini adalah manifestasi dari cara berpikir dari sekelompok manusia di daerah ini dalam suatu kurun waktu tertentu. Agama islam merupakan agama mayoritas di Banjarmasin dan mereka taat dam menjalankan ibadah islam. Peran serta Ulama, Sultan Suriansyah adalaah raja pertama yang memeluk islam dan menjadikan islam sebagai agama resmi kerajaan. Ulama sebagai elite religius memberikan andil yang cukup besar bagi pemerintahan kerajaan. Sultan dan Ulama mempunyai kesatuan pandang dalam kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan menjunjung tinggi agama islam. BAB III PENUTUP KESIMPULAN Kedatangan Islam ke Nusantara, tidak hanya sebatas menyebarkan agama islam saja di bumi Nusantara ini, tidak hanya sebatas itu perkembangan Islam di Nusantara, perkembangan Islam dan kejayaan Islam mencapai klimaks, yaitu sampai tercapainya kerajaan islam dan menjadi tanah mayoritas islam. Kejayaan Islam yang dicapai sampai berabad-abad dan tersebar di seluruh nusantara, tidak hanya berada di Aceh saja melainkan juga terdapat pulau jawa, sulaweri kalimantan. Walau seiring berjalannya waktu, kejayaan yang pernah dicapai hanya bisa dikenang saja. Di karenakah membangun dan mempertahankan tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun rintangan tantangan permusuhan. perkhianatan, juga perang kekuasaan dan agama pun terjadi sehingga pada hari ini, kita hanya mengenang dan mengkaji menelusuri ke dalam masa lampau, kita akan memakai mesin waktu untuk melihat perjuangan dan mencicipi kejayaaan Islam kala itu DAFTAR PUSTAKA Sunanto , Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta PT,RajaGrafindo Persada,2005. Matsyah , Ajidar, Jatuh Bangun Kerajaan Islam di Aceh, Yogyakarta Kaukaba, 2013. Yatim, Badri Sejarah Peradaban Islam, Jakarta Persada, 2014. Harun ,M,Yahya, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII, Yogyakarta PT. Kurnia Kalam Sejahtera,1995. M, Tarunasena., Sejarah, jakarta Bahagia Concern,2009. [1] Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta PT,RajaGrafindo Persada,2005, [2] Ajidar Matsyah, Jatuh Bangun Kerajaan Islam di Aceh, Yogyakarta Kaukaba, 2013, [3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta Persada, 2014, [5] M,Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII, Yogyakarta PT. Kurnia Kalam Sejahtera,1995, [6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,...hlm,214. [7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta Persada, 2014, [8] M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVIi dan XVII,... [11] Sejarah, jakarta Bahagia Concern,2009, Periodedalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima periode, era pra kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3Berkaitan dengan sejarah dan perkembangan islam yang berasal dari Ulama ulama Nusantara abang 16-17 Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SEJARAH PERADABAN ISLAMULAMA-ULAMA NUSANTARA ABAD 16-17DISUSUN OLEH 1. LISA RAHAYU 117542021612. PUSPA INDAH HERLIATI 11750425095JURUSAN MATEMATIKAFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAUTAHUN 2019 KATA PENGANTARPuji Syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang maha kuasa karna atas berkatRahmat dan Hidayahnya lah yang senantiasa dilimpahkan kepada kita, sehingg adalampenyusunan makalah ini penulis diberikan kemudahan untuk mengumpulkan Referensidalam menyusun makalah mengenai “Ulama-Ulama Abad Nusantara Abad 16-17”Penulis juga sadar bahwa didalam isi makalah yang penulis buat ini sesungguhnya masihbanyak terdapat kekurangan – kekurangan yang seharusnya itu menjadi suatu hal yang sangatSubtansi dalam makalah ini, oleh karena itu penulis sebagai penyusun makalah ini sangatmengharapkan masukan – masukan agar sekiranya makalah ini dapat sempurna sesuai apayang kita harapkan dan juga dapat bermanfaat untuk kita semua. Kami selaku penyusun mengucapkan banyak terimakasih ketika makalah ini begitubanyak memberikan dampak positif bagi rekan – rekan mahasiswa lainnya, Semoga AllahSWT senantiasa melimpahkan rahmat-nya kepada kita semua . 22 Oktober 2019Penulis1 DAFTAR ISIKATA PENGANTAR ........................................................................................................iDAFTAR ISI .....................................................................................................................1BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................2A. Latar Belakang ....................................................................................................2B. Rumusan Masalah...............................................................................................5C. Tujuan................................................................................................................. 5BAB 2 PEMBAHASAN ...................................................................................................61. Perkembangan Pemikiran Kalam ............................................................62. Aliran-aliran dalam Golongan..................................................................73. Perkembangannya di Indonesia................................................................8a Hamzah Fansuri...........................................................................10b Syamsuddin al-Sumatrani Pasai................................................11c Nur Al-din Ar-Raniri.............................................................................12d Abd. al-Rauf al-Jawi al-Fansuri al-Sinkili.....................................13e Muhammad Yusuf Al-Muqassari..........................................................15BAB 3 PENUTUP ..........................................................................................................19A. Kesimpulan ................................................................................................19B. Saran ……………………………………………………………............. 20DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................211 BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSumber-sumber sejarah tentang kegitan islamisasi di Nusantara inisangat sedikit, dan secara keseluruhan catatan-catatan sejarah tentangpengislaman di dalam literatur dan tradisi melayu masih simpang siur danberagam keterangannya. Oleh karena itu, banyak hal-hal yang sukarterpecahkan sehingga sejarah di Nusantara banyak yang bersifat ketepatan kapan masuknya Islam ke Nusantara sangat masuknya Islam di Nusantara biasanya dikaitkan dengankegiatan perdagangan antara dunia Arab dengan Asia Timur. Banyak yangmemperkirakan bahwa kontak antara Nusantara dengan Islam terjadi sejakabad ke- 7 Masehi. Dalam seminar Sejarah Masuknya Islam yang berlangsungdi Medan tahun 1963 yang dikukuhkan lagi dengan seminar Sejarah Islam diBanda Aceh tahun 1978 menyimpulkan bahwa masuknya Islam ke Nusantaraabad ke-1 Hijriyah langsung dari tanah Arab. Di samping itu ada juga yangberpendapat bahwa Islam masuk pada abad ke- 13 Masehi. Ada satu persoalanlain yang menjadi perdebatan dan sulit dipastikan adalah persoalan dimanaIslam pertama sekali masuk. Ada yang mengatakan di Jaya, dan ada yang mengatakan di Barus,namun demikian ahli sejarah sependapat bahwa Islam masuk ke Nusantaramelalui pesisir Sumatera Utara, yaitu melalui Samudera Pasai Aceh.Sebagaimana yang terjadi di daerah-daerah lain di Asia Tenggara, Islamtersebar di Nusantara melalui tiga metode, yaitu pengislaman oleh pedagangMuslim melalui jalur perdagangan yang damai, oleh para da’i yang datang keIndonesia, dan dengan melalui kekuasaan. Pengislaman yang dilakukan olehpara pedagang terjadi sejak kontak paling awal antara Islam dengan daerah-2 daerah pesisir pantai Sumatera Utara. Pantai Sumatera Utara merupakanpesinggahan saudagar-saudagar Muslim yang menuju ke asia Timur melaluiSelat Malaka. Mereka yang singgah di pesisir Sumatera Utara membentukmasyarakat muslim. Tidak tertutup kemungkinan di antara mereka menjalinhubungan perkawinan dengan penduduk pribumi atau menyebarkan Islamsambil berdagang, sehingga lama kelamaan penduduk setempat pengislaman berikutnya dilakukan oleh ulama-ulama yangturut dalam kapal-kapal dagang. Mereka mempunyai tujuan khusus untukmenyebarkan Islam. Tome Pires, yang pernah mengunjungi Pasai,menceritakan dalam bukunya Suma Oriental bahwa banyak orang Moortersebut, istilah dalam bahasa Portugis untuk menyebut orang-orang yangterusir dari bumi Spanyol dan di Filipina orang-orang Islam disebut bangsaMoro, yang menebar islam dan muncullah ulama yang berusaha keras danmendorong Raja Pasai Meurah Silu masuk Islam. Pernyataan masuk Islamseorang raja mempunyai nilai tersendiri bagi proses islamisasi. Tidak lamasetelah itu, keislamannya akan diikuti oleh rakyat, dan berikutnya dilakukanpenyebaran Islam melalui pemakluman perang terhadap kerajaan-kerajaanyang A. Hasyimy, kerajaan Islam pertama di Sumatera Utaraadalah Kerajaan Perlak yang muncul pada abad ke-9 Masehi. Kerajaan Perlakmempunyai pengaruh keislaman bagi daerah-daerah di sekitarnya. Banyakulama Perlak yang berhasil menyebarkan Islam ke luar Perlak, misalnyasekelompok Da’i Perlak dapat mengislamkan raja Benua. Para ulama Perlak,tokoh-tokoh, pemimpin, dan keluarga raja Perlak banyak yang pindah kelingga setelah penyerangan Sriwijaya, sehingga mereka membentukmasyarakat Muslim di sana dan dengan demikian maka berdirilah kerajaanIslam Lingga. Selain Perlak kerajaan Islam yang terpenting di Sumatera Utara3 adalah Samudera . Sumber-sumber Cina menyebutkan bahwa pada tahun1282 kerajaan kecil Samudera telah mengirim duta-duta dengan namamuslim. Samudera merupakan daerah kecil yang terletak di muara SungaiPeusangan dan mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam diNusantara. Selain itu Samudera menjadi pusat pengembangan pengetahuanagama, dimana teolog-teolog, ahli ilmu kalam, yang datang dari Arab danPersia, sering melakukan diskusi tentang teologi dan mengkaji kajian Islam diistana sultan. Reputasi Samudera kemudian beralih ke Pasai dan menjadipusat keilmuan. Upaya islamisasi terus digiatkan sehingga Pasai memilikipengaruh keislaman yang kuat dan meGnjadi pusat tamaddun Islam di saatitu. Kerajaan Pasai mengalami kemunduran diakhir tahun 1521 dimana terjadipenyerangan oleh Portugis. Sultan Ali Mughayatsyah sebagai sultan KerajaanDarussalam pada masa itu membantu Pasai menggempur Portugis danmerampas wilayah mempersatukan dengan kerajaanDarussalam sehingga memproklamirkan menjadi Kerajaan Aceh Darussalampada tahun leburnya Samudera Pasai ke dalam Kerajaan Aceh Darussalammembuat Aceh tampil sebagai kekuatan yang menyeluruh dan terpadu baik dibidang politik, maupun ekonomi, bahkan di bidang pemikiran islam mulaiabad 16 sampai abad 18 dan puncak kejayaannya berlangsung pada abad ke-17. Kejayaan dan kemajuan yang dicapai oleh Aceh menyebabkanberdatangan ulama-ulama dari Arab, Persia atau India menjalin hubungandemi pengembangan keilmuan di Aceh. Di Aceh telah lahir ulama-ulamabesar yang membaktikan diri mereka dalam renungan dakwatulislam sehinggalahirlah khazanah keilmuan dan wacana intelektual keagamaan. Semua itumembuat Aceh patut diperhitungkan dalam “peta pemikiran Islam diNusantara. Mekar dan maraknya pemikiran keagamaan menjadikan Acehpusat keilmuan Islam di Nusantara, sehingga banyak orang Islam dariberbagai daerah di Nusantara datang ke Aceh untuk belajar kepada ulama-4 ulama besar Aceh. Murid-murid yang belajar ke Aceh nantinya kembali kedaerah masing-masing, untuk menyebarkan Islam, ilmu bahkan tarekat..Mereka merupakan anak panah penyebaran Islam dan tradisi keilmuan yangberkembang di Aceh. Selain itu kedudukan Aceh sebagai persinggahanjamaah haji Indonesia telah menjadikan Aceh posisi istimewa bagi penyebarandan perkembangan ilmu pengetahuan dan pengajaran agama Islam. Kehadiranjemaah haji di Aceh sambil menunggu pemberangkatan ke Haramain seringdimanfaatkan untuk belajar ilmu Rumusan MasalahUntuk mengetahui penjabaran dalam makalah ini, maka diperlukankonsep atau daftar pertanyaan atau rumusan masalah guna mempermudahmateri yang dibahas sehingga tidak melebihi atau bahkan mengurangikomposisi dalam makalah. Adapun susunan rumusan masalahnya adalahsebagai berikut1. Bagaimana asal mula perkembangan pemikiran Islam ?2. Siapakah golongan yang membawa aliran-aliran Islam ?3. Bagaimana perkembangan pemikiran Islam di Indonesia ?B. TujuanUntuk mempermudah lintasan dalam penulisan makalah, maka kamimerumuskan beberapa tujuan guna memperjelas keinginan kami dalammenulis makalah ini, antara lain yaitu sebagai berikut1. Mengetahui asal mula perkembangan pemikiran Mengetahui golongan yang membawa aliran-aliran Mengetahui perkembangan pemikiran Islam di IIPEMBAHASAN5 A. Perkembangan Pemikiran Kalam1. Asal MulaDi antara kebudayaan Islam Indonesia dalam bidang intelektual,barangkali, pemikiran kalam akidah adalah yang paling susah ditelusuri. Hal inidisebabkan objek akidah adalah barang gaib, soal keimanan, pelakunya hatimanusia. Ditambah lagi, perkembangan pemikiran ini di Indonesia kurangmembedakan antara akidah, syariah, dan tasawuf. Dalam praktiknya, ketiga ilmuitu menyatu, hanya gelarnya yang tampak berbeda. Sumber ketiganya juga sama,cuma penekanannya yang lain; kalau akidah af ’al hati, syariah af ’al tubuhlahiriyah, maka tasawuf adalah penghayatan terhadap kalam ini di Indonesia datang dan berkembang bersamaandengan datangnya Islam yang dibawa oleh pedagang berasal dari Arab, Persi, danketurunan Arab Gujarat di pelabuhan-pelabuhan Mereka ada yangberpaham Sunni dan Syi’ah. Pada mulanya kedua aliran tersebut berkembanghanya dalam segi teologinya, lambat laun bergulat pada bidang politik. Hal initerjadi ketika golongan Syi’ah yang pernah menjadi kekuatan politik di Nusantarapada kerajaan Perlak dengan sultannya Alauddin Maulana Ali Mughayat Syah303-305 H/915-918 M, ditumbangkan oleh kelompok Sunni dengan sultannyaMahdum Alauddin Abd. Qodir Johan 306-310 H/918-922 M. Dalam kekalahanini, orang Syi’ah mengadakan perlawanan. Puncaknya, pada masa SultanMahdum Alauddin Abd. Malik Syah Johan Berdaulat 334-362 H/956-983 M,orang Syi’ah memaksakan perdamaian dengan memecah kerajaan Perlak menjadidua yaitua. Perlak pesisir, dikuasai Syi’ah dengan sultannya Alauddin SayidMaulana Jarir, Khairiah, Meneliti Situs-situs Awal Peradaban di Pulau Bengkalis, Akademika Vol. 14 No. 2 Desember 2018. b. Perlak pedalaman, dikuasai Sunni dengan sultannya MahdunAlauddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat 365-402 H/986-1023M.Setelah sultan dari golongan Syi’ah wafat, sultan dari golongan Sunniberhasil menyatukan Perlak. Hal ini berlanjut dengan dipersatukannya kerajaanPerlak dengan Samudra Pasai dengan raja pertamanya Malik Aliran-aliran dalam GolonganDi zaman sekarang kaum Muslimin mengenal ajaran Tauhid melaluikarya-karya ulama ilmu kalam atau teologi Islam, terutama rumusan Abu Hasanal-Asy’ari 260-324 H/873-935 M. Sebelum beliau, sebenarnya telah munculbermacam-macam aliran. Ketika Rasulullah wafat, belum ada aliran kalam. Yangmemperkenalkan aliran ini adalah golongan Khawarij, sekitar seperempat abadsesudah Rasulullah wafat, pada peristiwa sesudah perang golongan Khawarij, muncul pula golongan-golongan lain sepertiSyi’ah, Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah, Mu’tazilah, dan akhirnya Asy’ Asy’ariyah disebut juga aliran Ahli Sunnah al Jama’ah, diciptakan olehAbu Musa al-Asy’ari ketika aliran Mu’tazilah dibubarkan oleh Khalifah al-Mutawakkil sebagai akibat kebijakan politiknya yang memaksakan ajarannyakepada semua pihak. Sebagaimana diketahui, Mu’tazilah yang pernah menjadialiran resmi negara pada zaman al Makmun, adalah aliran yang mempunyaipemikiran yang rasionalistik, sedangkan masyarakat, terutama yang awam, masihbercorak tradisional. Oleh karena itu, terjadi benturan yang menimbulkan akibat-akibat dan kekacauan-kekacauan yang diakhiri oleh tindakan al-Mutawakkildengan melarang aliran Mu’tazilah dan mengembalikan kepada Ahli Sunnah wal-Jama’ah. Dalam masa kekosongan itu tampil Abu Hasan al-Asy’ari menciptakanteologi yang merupakan perpaduan dari sistem tradisional yang dipelopori ahlul2 A. Hasyim, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Jakarta al-Ma’arif, 1981, hlm. hadis dengan sistem rasional dan menciptakan konsep ketuhanan dengan “sifatdua puluh”nya. Hasil rumusan kalamnya dinamakan golongan Asy’ariyah ataugolongan Muhammad bin Abd. Wahab, pemimpin gerakan Wahabi di Arab,menganjurkan untuk kembali kepada paham Salaf atau asli ortodoks. Beliaumengatakan bahwa tauhid tidak cukup hanya mengatakan bahwa “Hanya adasatu-satunya Tuhan Pencipta Alam Semesta.” Itu adalah tauhid, tetapi baru tauhidrububiyah yang sudah dikenal oleh orang Makkah Jahiliyah. Oleh karena itu,Nabi Muhammad membawa ajaran yang lebih, yaitu tauhid uluhiyah, hanyaAllah yang mutlak disembah sebab hanya Dia yang memiliki sifat keilahiantanpa ada sedikitpun kemungkinan sifat-sifat keilahian itu ada pada yang lain,sebagai atau seluruhnya. Ajaran itu menegaskan bahwa antara Tuhan danmanusia ada perbedaan yang Perkembangannya di IndonesiaTeologi Asy’ari yang disebut Asy’ariyah atau Sunni dan pengikutnyadinamakan golongan Asy’ariyah golongan Sunni. Akan tetapi untuk Indonesia,yang disebut golongan Sunni ini, selain mempunyai arti seperti tersebut di atas,juga diperuntukkan bagi golongan yang mengikuti paham yang berpegangkepada tradisia. Dalam bidang hukum Islam menganut ajaran salah satu mazhabyang empat, dalam praktik menganut kuat Mazhab Syafi’ Dalam soal tauhid menganut kuat ajaran Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Dalam bidang tasawuf menganut dasar-dasar ajaran Imam Kosimal-Junaidy.”33 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, Jakarta LP3ES, 1982, hlm. Tegasnya untuk membedakan diri dari golongan yang menganut Islam modernmodernisme. Untuk Indonesia, ajaran kalam ini dibahas oleh ulama-ulama yangsekaligus ahli kalam dan ahli tasawuf. Hal ini disebabkan antara pemikiran kalamdan pemikiran tasawuf sangat berkaitan; tasawuf menekankan penghayatan hatidalam beribadah guna mendekatkan diri taqarrub kepada Allah, sedangkanpemikiran kalam lebih menekankan aspek yang berisi alasan-alasan untukmemercayai keimanan; sehingga antara keduanya sulit awal kedatangan Islam, para penyiar agama apabila mengajarkanIslam, tercakup di dalamnya soal akidah, syariah,dan tasawuf. Para walisongo,misalnya Syarif Hidayatullah, mengajarkan ilmu tauhid, ilmu fiqh, tasawuf Walaupun pernah juga ada persaingan Syi’ah-Sunni di sebuah ilmu, aliran kalam di Nusantara, pusat pengembangannyahingga terbentuknya kitab-kitab berisi ajaran kalam dimulai di Aceh sekitar abadke-16-17 M. Aceh pada abad itu mengalami kemakmuran dan kemajuan yangberpengaruh luas di kawasan Asia Tenggara. Karena itu, kerajaan ini dikunjungibaik oleh para saudagar maupun para sarjana dan ulama yang berasal dari TimurTengah dan India. Kedatangan mereka ini menyebabkan kerajaan Acehmengalami kemajuan yang pesat dalam pemikiran keagamaan kalam kearajaan ini para ulama banyak menulis kitab-kitab dengan hurufArab-Melayu untuk disebarkan ke selurh Nusantara. Di antara ulama-ulamaterkenal itu adalah sebagai berikuta. Hamzah FansuriBeliau merupakan cendekiawan ulama, sastrawan, dan hidup di pertengahan abad ke-17. Ia berasal dari Fansur sebutanorang Arab terhadap kota Barus, sekarang kota kecil di pantai Barat Sumatera4 J. Hagemen, Geischiedernis der Soenda Sejarah Tanah Sunda, Londen NotenVBG, 1911, hlm. antara Sibolga dan Singkel. Kota Barus sudah dikenal sejak abad ke-2Masehi, konon kapal Fir’aun datang ke Barus untuk membeli kapur barusuntuk keperluan membuat ramuan salah satu sebagai seorang cendekiawan, sastrawan, dan budayawan,Hamzah juga pelopor dan perintis bidang kerohanian, menguasai ilmu tafsir,filsafat, bahasa, sastra, dan juga seorang pembaharu. Kritik-kritik yang tajamterhadap perilaku politik dan moral raja, para bangsawan dan orang kayamenempatkannya sebagai seorang intelektual yang berani di zamannya. Halini menyebabkan kalangan istana Aceh tidak begitu menyukai kegiatanHamzah dan para pengikutnya. Oleh karena itu, dua sumber sejarah AcehHikayat Aceh dan Bustan al-Salatin yang ditulis atas perintah Sultan Acehtidak sedikitpun menyebut bidang keilmuan, Hamzah memelopori penulisan risalah tasawufatau keagamaan secara sistematis dan ilmiah. Sebelumnya masyarakat Melayumempelajari masalah agama melalui kitab-kitab dalam bahasa Arab atauPersi. Di bidang sastra, Hamzah memelopori penulisan puisi filosofis danmistis becorak Islam. Penulis-penulis Melayu abad ke-17 dan 16 kebanyakanberada di bawah bayang-bayang kejeniusan Hamzah. Demikian pula dalamsyair, puitika estetika dan kebahasaan Melayu, sehingga melalui usahanyabahasa Melayu telah berubah dari bahasa lingua franca menjadi bahasaintelektual yang canggih dan modern. Tidak mengherankan apabila bahasaMelayu pada abad ke-17 telah menjadi bahasa pengantar di berbagai lembagapendidikan Islam, sehingga perkembangannya kelak menjadi bahasapersatuan dan karena adanya pelarangan dan pemusnahan kitab-kitabkarangan penulis wujudiyah pada tahun 1673, baik karena perintah SultanIskandar Tsani 1637-1641 maupun karena fatwa Nuruddin al-Raniri, ribuanbuku karangannya ditumpuk di halaman Masjid Kutaraja untuk Hanya tiga teks risalah tasawuf yang berhasil diselamatkan, yang lain ikutterbakar dan tak pernah sampai kepada antara kitab Hamzah yang selamat yang telah dijumpai tiga risalahtauhid dan 33 ikatan syair. Tiga risalah itu bisa dimasukkan sebagai kitabtauhid yang dikaitkan dengan ajaran tasawuf. Kitab itu adalah sebagai berikut1. Zinat al-Wahidin dikenal juga dengan nama Zinat al- MuwahiddinHasan Para Ahli Tauhid dan Syarab Asrar al-Arifin Rahasia Ahli Ma’rifat.3. al-Wahidin ditulis pada akhir abad ke-16, ketika perdebatantentang filsafat wujudiyah wahdat al-wujud sedang berlangsung. Isinyaditujukan kepada mereka yang baru menapak jalan tasawuf. Di Indonesia,hampir semua orang menduga bahwa ajaran wujudiyah itu adalah martabattujuh. Padahal ajaran martabat tujuh baru berkembang pada awal abad ke-17dengan penganjurnya Syamsuddin Sumatrani. Hamzah Fansuri, jugawalisongo di pulau Jawa abad ke-16 seperti Sunan Bonang, Sunan Kalijaga,tidak menganjurkan ajaran martabat tujuh. Memang ajaran martabat tujuhtermasuk ajaran wujudiyah tetapi ke dalamnya telah masuk pengaruh Indiaseperti praktik yoga dalam amalan zikirnya, suatu hal yang dikritik olehHamzah Syamsuddin al-Sumatrani PasaiBeliau adalah seorang keturunan ulama. Ayahnya bernama Abdullahal-Sumatrani. Nama lengkapnya al-Arief Billah al-Syaikh Syamsuddin al-Sumatrani. Ia berasal dari Pasai. Ia belajar kesufian kepada Syaikh HamzahFansuri dan pernah belajar kepada Sunan Bonang di Jawa. Ia hidup danmenjadi mufti pada zaman Sultan Alauddin Riayat Syah Sayidil Mukkamil11 dan Sultan Iskandar Muda. Mahkota Alam Syah, dua orang sultan besarkerajaan Aceh Darussalam. Adapula yang menyebutkan jabatannya sebagaiPerdana Menteri atau Qadhi Malikul Adil, jabatan kedua sesudah sultan. Iamenjadi seorang mahaguru, ahli politik, ahli syariat dan hakikat. Beliau ulamayang menulis kitab-kitab ilmiah sesudah Hamzah Fansuri, terutama mengikuti jejak Hamzah Fansuri, menulis kitabberbahasa Melayu selain kitab-kitab berbahasa adalah penganjurpertama ajaran martabat tujuh di Nusantara beserta pengaturan napas padawaktu zikir yang dianggap oleh Hamzah Fansuri sebagai pengaruh yogapranayama dari India.6 Tidak diketahui secara jelas tahun kelahirannya,tetapi dalam kitab Bustan al-Salatin karya Nuruddin disebutkan SyaikhSyamsuddin Sumatrani wafat tahun 1039 H, oleh A. Hasyim disamakandengan tahun 1630 Nuruddin al-RaniriNama lengkapnya adalah Nuruddin bin Ali bin Hasanji binMuhammad Hamid al-Raniri, berasal dari keluarga Arab Ranir RanderGujarat. Mengenai kelahirannya tidak diketahui, wafat tahun 1068 H/1658 ibunya seorang Melayu, ayahnya berasal dari keluarga imigranHadromi. Juga tidak ada kejelasan kapan al-Raniri datang pertama kali kewilayah Melayu, tetapi al-Raniri pernah menjabat sebagai Syaikh al-Islamatau mufti di kerajaan Aceh pada zaman Sultan Iskandar Sani dan SultanahSofiatu al-Din. Pedagang Belanda yang mula-mula datang ke Acehmenyebutnya Moorish Bishop Uskup Orang Muslim yang berkuasa selaintentang masalah keagamaan, tetapi juga masalah politik dan Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara,Surabaya Al-Ikhlas, 1980, hlm. Abdul Hadi Hamzah Fansuri, Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya, Bandung Mizan, 1995, cet. I, hlm. Al-Raniri memiliki banyak keahlian, sebagai seorang sufi, teolog,faqih, ahli hadis, sejarawan, ahli perbandingan agama, sastrawan, dan juga seorang khalifah tarekat Rifa’iyah dan menyebarkannya ke wilayahMelayu. Di samping itu ia juga menganut tarekat Aydarusiyah dan banyak menulis masalah kalam dan tasawuf, menganut aliran Asy’ariyahdan menganut paham wahdat al-wujud yang mengarang kitab-kitab berisi masalah akidah. Kitab-kitab itu adalahsebagai berikutDurrat al-Faraid bi Syarh al-Aqaid, merupakan penjelasansyarah dari kitab akidah standar yang sudah dikenai waktu ituhasil karya ulama Asy’ariyah Timur Tengah Mukhtasar al-Aqaid karya Najmuddin al-Nasafi.Tibyan fi Ma’rifat al-Adyan, untuk menjelaskan danmembandingkan agama-agama dan kelompok yang dianggapsesat. Dalam kitab ini, al-Raniri memasukkan pengikutHamzah Fansuri dan Syamsuddin termasuk kelompok Abd. al-Rauf al-Jawi al-Fansuri al-Sinkili 1024-1105 H/1615-1693 MDilahirkan di Singkel, sebelah Utara Fansur di pantai Barat Aceh. Iadiangkat menjadi mufti kesultanan Aceh pada masa Sultanah Zakiyat al-Din1678-1688 M. Ia menuntut ilmu diberbagai tempat di Timur Tengahsepanjang jalur haji dari Yaman ke Makkah, Zabid, Mukha, Tayy, Bayt al-Faqih, Maza. Kemudian melintasi gurun pasir Arabai, belajar di Dukha, Qatar,kemudian ia melanjutkan ke arah barat belajar di Jeddah, Makkah, terakhir diMadinah. Abd Rauf mempelajari ilmu lahir dan ilmu batin. Ilmu lahir adalahtata bahasa, membaca Alquran, tafsir, hadis, fiqih, sedang ilmu batin adalahilmu kalam, tasawuf, kemudian berafiliasi dengan tarekat-tarekat Syattariah,7 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung Mizan, 1995, hlm. Naqsyabandiyah, Qadiriyah, dan Chistiyah. Ketika ia kembali ke Aceh,murid-muridnya menyebarkan ide-idenya terutama tarekat Syattariyah, diantaranya Syaikh Abd. al-Muhyi, yang setelah belajar kepada Abd. Rauf diAceh kembali ke Pamijahan Jawa Barat dan menyebarkan tarekat Syattariyahsampai ke Jawa Tengah sebagai salah satu kerajaan Islam yang menjadi pusatortodoksi di mana hidup islami dan keulamaan sangat dihormati. Muridnyayang lain sekaligus khalifahnya dan tarekat Syattariyah adalah Burhanuddindari Ulakan di mana suraunya menjadi pusat masalah keagamaan diMinangkabau sampai bangkitnya gerakan Paderi. Surau Ulakan juga berhasilmelahirkan ulama Tuanku Nan Tuo, salah seorang pemimpin gerakan di Aceh, pusat penting lainnya juga berada di Jawa. Pada abadke-18, yaitu kerajaan Banten yang merupakan kerajaan Islam Nusantara yangmengembangkan hubungan internasional, terutama di bawah Sultan AgungTirtayasa, sehingga ulama-ulama dan kitab-kitab juga didatangkan ke Bantenbaik dari Aceh maupun dari negeri-negeri yang jauh seperti Gujarat, Yaman,ataupun negeri Arab. Di antara ulama yang kemudian lahir di Banten adalahSyaikh Yusuf Syaikh Muhammad Yusuf Abu al-Mahasin Hadiyallah Taj al-Khalwatial-MakassariDikenal di Makassar dengan gelarnya “Tuanta Samalaka,” iadilahirkan pada tahun 1036 H/1626 M, termasuk keluarga kerajaan Gowayang memeluk Islam sekitar 23 tahun sebelum kelahiran Syaikh Yusuf. Sejakkecil ia belajar ilmu-ilmu Islam, kemudian mendalami juga ilmu tahun 1054 H/1644 M, ia meninggalkan Makassar menuju Banten,belajar dengan beberapa guru di Banten, juga menjalani hubungan baik8 Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung PT Remaja Rosda Karya, 1999, hlm. dengan keluarga bangsawan Banten. Setelah itu ia melanjutkan ke Acehbelajar kepada Syaikh Nuruddin Yusuf mengembara selama 22 tahun untuk menuntut ilmukeislaman melalui jaringan ulama Internasional. Tiga guru utamanyaNuruddin, Ba Shayban, dan Ibrahim al-Kurani adalah tokoh yang cenderungortodoks, yang memengaruhi keintelektualan Syaikh Yusuf. Oleh karena itu,ketika ia pulang ke negerinya Sulawesi Selatan 1078 H/1667 M, ia inginmensucikan Islam dari sisa-sisa kepercayaan animistik dan praktik-praktiktidak islami lainnya. Syaikh Yusuf ingin memurnikan ajaran Islam sejalandengan syariah yang dikombinasikan dengan pemahaman Yusuf membagi kaum beriman ke dalam empat kategori yaituOrang yang hanya mengucapkan syahadat tanpa benar-benar beriman,dinamakan munafik.Orang yang mengucapkan syahadat dan menamakannya dalam jiwa,dinamakan kaum beriman yang awam al-mu’min al-awwam.Orang yang beriman yang benar-benar menyadari implikasi lahir danbatin dari pernyataan keimanan dalam kehidupan mereka, dinamakangolongan elit ahl al-khawwash.Kategori tertinggi, orang beriman yang ke luar dari golongan ketigadengan jalan mengitensifkan syahadat mereka terutama denganmengamalkan tasawuf dengan tujuan lebih dekat dengan dinamakan “yang terpilih dari golongan elit” khas al-khawwash.Di antara kitab-kitab hasil karyanya yang berisi masalah kalam adalahal-Nafhah al-Saylaniyah dan al-Barakat ulama-ulama abad ke-16,17 dan 18 Masehi, berpusat lebihbanyak di Sumatera, yang karyanya bersifat kosmologis, eskatologi, danspekulasi metafisik, yang karya-karya aslinya baik menggunakan bahasa Arab15 atau Melayu. Juga berpusat di Banten, seperti Syaikh Yusuf al-Makassari danyang lebih belakangan, Syaikh Nawawi al-Bantani dengan karya-karyanyamemakai bahasa Arab. Sedang untuk daerah berbahasa Jawa, kitab-kitabtauhid banyak mempergunakan teks karya ulama Timur Tengah denganbahasa Arab, walaupun nanti pada abad ke-20 mulai ada yangmenerjemahkannya ke dalam bahasa Jawa atau Madura. Kitan-kitab yangberedar di Jawa abad ke-19 sampai 20 adalah sebagai berikut1. Umm al-Barahim disebut juga al-Durrah karya Abu AbdullahMuhammad bin Yusuf Al-Sanusi = Syarah Umm al-Barahim oleh al-Sanusi sendiri. Dalamedisi yang paling banyak dijumpai teks ini dicetak di tepi halaman,hasyiyahnya dikarang oleh Ibrahim al-Bajuri yang disebut Al-Sanusi = hasyiyah atas kitab al-Sanusi karya Muhammad al-Dasuqiw. 1230 H/1815 M.4. Kifayat al-Awwam, sebagian didasarkan kepada al-Sanusi, karyaMuhammad al-Fadhali w. 1236 H/1821 M.5. Fath al-Mubin, disebut juga Tahqiq al-Maqam ala Kifayat al-Awwamkarya Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri 1260 H/1840 M. EdisiIndonesianya dicetak bersama Tijan al-Durari-Hasyiyah Fath al-Mubin oleh Nawawi Akidah al-Awwam, kitab singkat berbentuk sajak yang dihapal parasantri muda sebelum mengaji Alquran, karya Muhammad al-Marzukial-Makki. Terjemahan dalam bahasa Jawa oleh K. H. Bisri Mustafadari Rembang. Terjemahan dalam bahasa Madura oleh Abd. MajidTamim dari Nur al-Zhulan, syarah Akidah al-Awwam karya Nawawi Jauhar al-Tauhid, uraian singkat dalam bentuk bait sajak karyaIbrahim al-Laqoni w. 1041 H/1631 M.10. Tuhfah al-Murid, syarah Jauhar al-Tauhid karya Ibrahim Jauhar al-Tauhid, syarahdari kitab Jauhar al-Tauhid dengan bahasaJawa karya Soleh Darat dari Semarang dan Ahmad Subhi Masyhadidari 12. Fath al-Majid, karya Nawawi al-Bantani syarah atas kitab Dur al-Farid fi Ilm Jawahir al-Kalamiyah fi Idhah al-Akidah al-Islamiyah karya ulamaSyiria abad modern bernama Thahir bin Shalih al-Jazairi w. 1919 Mdi Damaskus.14. Husun al-Hamidiyah, sebuah karya tentang sifat, kenabian, mu’jizat,para malaikat, dan kehidupan sesudah mati karya Husain binMuhammad al-Jasr Efendi al-Tarablusi w. 1909 M. Buku ini pertamakali digunakan oleh Madrasah Sumatera Thawalib tahun 1930 Akidah Islamiyah karya Basri bin Muhammad H. Marghubi, berbentuktanya jawab karya-karya itu dapat diketahui bahwa batas antara akidahtauhid dan tasawuf di Indonesia sangat samar. Akidah bertujuanmempercayai adanya Tuhan, sedangkan tasawuf bertujuan sampai melihatdengan mata hati ma’rifah kepada Tuhan. Oleh karena itu, karya Al Ghazaliyang terkenal Ihya Ulumuddin dapat disebut kitab tasawuf sekaligus kitabtauhid akidah.17 BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanAwal mula masuknya agama Islam di Indonesia, ternyata memilikibanyak pengaruh terhadap peradaban yang sampai sekarang masih bisadirasakan oleh kita semua. Berbagai perkembangan ilmu pengetahuan,khususnya dalam hal pemikiran atau intelektual telah melengkapiperkembangan bangsa Indonesia. Terutama adalah tokoh-tokoh yangmembawa berbagai aliran ke Indonesia sebagai dakwah mereka, dan hal itumampu mewarnai segala sisi agama Islam yang menjadi agama mayoritas dinegeri ini. Di sinilah letak keunikan dan keindahan agama Islam yangberkembang tokoh ulama telah memainkan peranan penting dalamPenyebaran Islam masa awal di Aceh dan memiliki pengaruh yang sangat18 besar dalam dunia Islam. Mereka telah berjuang dan berkiprah dalam usahamemperkenalkan nilai-nilai Islam dan benar-benar mengajak masyarakatuntuk melakukan syariat Islam dengan menyampaikan ajaran-ajaran ortodoksiajaran yang berpeganghanya kepada Al-Qur’an dan As-Sunah. Denganmelalui karya-karya kitab yang disusunnya, dan dalam bahasa sastra yangindah sehingga pengamalan nilai-nilai ajarannya dengan mudah dipahami olehmasyarakat pada saat itu. Bukti kejayaan dan kebesaran ulama- ulama besartersebut kini dapat disaksikan sebagai saksi sejarah dengan masih adanyapusara/makam-makam di Banda Aceh dan di Kota Subulussalam. Tinggalan-tinggalan sejarah tersebut harus tetap dilindungi, dijaga dan dirawat agar dapatdilestarikan kepada generasi mendatang, sebagai cagar SaranBeragamnya aliran memang didasari oleh beragamnya pemikiranmanusia, namun itu bukanlah alasan untuk kita tidak bersatu. Dalam sejarahtelah diajarkan masa lalu yang menjadi pelajaran bagi semua orang, dari sinikita bisa mencari tahu bahwa persatuan merupakan alasan mereka pahlawanberhasil membangun negeri ini. Oleh karena itu, jangan sampai perbedaan-perbedaan ini menjadi pemicu bentrok hingga berdarah-darah. Perlu diingatbahwa keberadaan kita sekarang merupakan sebuah kesempatan yang telahdiperjuangkan orang-orang terdahulu. Bersatu, pahami dan saling apapun itu DAFTAR PUSTAKAJarir, Khairiah, Meneliti Situs-situs Awal Peradaban di Pulau Bengkalis, AkademikaVol. 14 No. 2 Desember Hadi Hamzah Fansuri, Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya,BandungMizan, Hasyim, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Jakarta al-Ma’arif, Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan,Bandung PT Remaja Rosda Karya, , Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVIIdan XVIII,Bandung Mizan, Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara,Surabaya Al-Ikhlas, Hagemen, Geischiedernis der Soenda Sejarah Tanah Sunda, Londen NotenVBG, Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta Rajawali Pers, Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai,Jakarta LP3ES, ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
AnNi.